Selasa, 17 Mei 2016

Sintesis senyawa fenil sinamat dari meti sinamat

Metil sinamat merupakan senyawa volatil berupa kristal putih yang memiliki aroma khas. Sinonimnya adalah metil 3-fenilpropenoat, asam 2- propenoat, 3-fenil-metil ester. Sifat fisika dari metil sinamat adalah 
Titik didih : 262°C 
Titik leleh : 33°C 
Titik nyala : > 200°F 
Kelarutan dalam air : 387,1 mg/l pada suhu 25°C
Metil sinamat digunakan sebagai zat pewangi dan pemberi rasa. Sebagai zat pewangi, metil sinamat dapat ditemukan dalam kosmetik, sampo, sabun, dan produk non-kosmetik, seperti pembersih dan deterjen. Sebagai zat pewangi dan pemberi rasa, metil sinamat tergolong aman. Dari berbagai data toksikologi, metil sinamat tidak memiliki efek klinis baik pada hewan uji (oral dan kulit) maupun manusia (kulit) (Bhatia dkk., 2007). 
Huang dkk. (2009) menyatakan bahwa metil sinamat dapat mencegah aktivitas monofenolase dan difenolase pada jamur tirosinase. Metil sinamat juga memiliki potensi sebagai antimikroba terhadap Eschericia coli, Bacillus subtilis, dan Staphyloccocus aureus. Dari penelitian tersebut, Huang dkk. merekomendasikan bahwa metil sinamat dapat menjadi tambahan pada makanan (food additive) yang potensial untuk anti-browning. 
Minyak atsiri metil sinamat juga terdapat pada Ocotea quixos Lam. Metil sinamat dari spesies tersebut menunjukkan efek antiinflamasi tanpa merusak lambung (Ballaben dkk., 2010). 
1. Sintesis Asam Sinamat 
Reaksi hidrolisis metil sinamat pada penelitian ini menggunakan katalis basa, yaitu natrium hidroksida (NaOH). Reaksi berlangsung sempurna setelah 2 jam dengan pengecekan KLT (Kromatografi Lapisan Tipis). Hasil reaksi diuapkan kemudian didinginkan. Ekstraksi hasil reaksi menggunakan butanol dengan aquades, pH dinetralkan terlebih dahulu dengan menggunakan asam klorida 1%. Fasa organik yang merupakan hasil reaksi tertarik oleh butanol. Kemudian, fasa butanol diuapkan dan dikeringkan. Mekanisme reaksi hidrolisis asam sinamat :
Katalis basa, NaOH, yang digunakan dalam reaksi hidrolisis sangat berperan. Hidrolisis metil sinamat dengan basa berlangsung dalam dua tahap (Miller, 1992). Mekanisme diawali dengan penyerangan oleh gugus hidroksi (OH-) dari NaOH ke karbon pada gugus fungsi ester (gugus karbonil) sehingga terbentuk intermediet tetrahedral (sp3). 
Selanjutnya, gugus metoksi (CH3O-) akan lepas dari senyawa metil sinamat, sehingga karbon dari karbonil akan terhibridisasi kembali dari sp3 menjadi ikatan rangkap (sp2). Gugus metoksi digantikan oleh gugus hidroksi (OH-) yang berasal dari NaOH. 2. Sintesis Fenil Sinamat Sintesis fenil sinamat diawali dengan mereaksikan asam sinamat dan tionil klorida (SOCl2). SOCl2 berperan sebagai aktivator, sehiangga reaksi antara asamsinamat dengan SOCl2 menghasilkan halida asam, yaitu sinamoil klorida. Setelahdua jam, campuran reaksi ditambahkan dengan fenol. Reaksi ini seharusnya berjalan dua tahap, tetapi dilakukan secara langsung untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Ketika reaksi dilakukan secara terpisah, hasil sinamoil klorida sangat sedikit karenakarakter tionil klorida yang sulit bereaksi dengan adanya air (MSDS, 2004). 
Adanya air dalam reaksi berasal dari udara luar atau asam sinamat yang masih mengandung air. Hasil sinamoil klorida yang sedikit mengakibatkan sulit untuk direaksikan ke tahap selanjutnya. Hasil reaksi asam sinamat, SOCl2, dan fenol berupa padatan putih. 
Mekanisme reaksi sintesis fenil sinamat : 
 a. Pembentukkan sinamoil klorida
b. Pembentukkan ester dengan fenol
Mekanisme sintesis fenil sinamat diawali dengan gugus hidroksi pada asam sinamat digantikan oleh ion klorida dari tionil klorida. Gugus –COOH (karboksilat) menjadi gugus –COCl sehingga asam sinamat menjadi sinamoil klorida. Aktivasi gugus –COOH menjadi –COCl dilakukan karena ion klorida merupakan gugus pergi (leaving group) yang baik dibandingkan dengan gugus hidroksi. Selanjutnya, sinamoil klorida direaksikan dengan fenol. Hasil reaksi menjadi ester fenol atau fenil sinamat. 
 DAFTAR PUSTAKA 

Ballaben, Vigilio, Massimiliano Tognolini, Carmine Giorgio, dkk. 2010. Ocotea quixos Lam. Essential Oil: in vitro and in vivo Investigation on Its Antiinflammatory Properties. Fitoterapia. 81. 289 – 295. 
Bhatia, S. P., G. A. Wellington, dkk. 2007. Fragrance Material Review on Methyl Cinnamate. Food and Chemical Toxicology. 45. S113 – S 119 
Fairusi, Dila.2012. Transformasi Senyawa Metil Sinamat menjadi Fenil Sinamat dan 4-Fenilkroman-2-on sebagai Kadidat Antikanker. Jurnal Tesis Univesitas Indonesia. FMIPA UI. 
Huang, Qian Sheng, Zhu Yu Jiang, Li Hua Liang, dkk. 2009. Inhibitory Effects of Methyl trans Cinnamate on Mushroom Tyrosinase and Its Antimicrobial Activities. J. Agric. Food Chem. 57. 2565 – 2569. 
Material Safety Data Sheet (MSDS). 2004. Thionyl Chloride. Diunduh dari www.clean,cise.columbia.edu/msds/thionylchloride.pdf, tanggal 18 Mei 2016. Miller, Audrey. 1992. Writing Reaction Mechanism in Organic Chemistry. USA: Academic Press Inc. 118 – 120.

Minggu, 01 Mei 2016

TOTAL SINTESIS SENYAWA KORTISON

     
       Cortison adalah suatu hormon steroid yang mempunyai nama kimia: 17-hydroxy-11-dehydrocortisosterone. Hormon ini dilepaskan oleh kelenjar adrenal sebagai respons terhadap adanya stres. Kortison merupakan suatu produk akhir dari proses yang disebut sebagai steroidgenesis. Proses dimulai dengan dibentuknya Kolesterol dan akhirnya terbentuk hormon steroid. Salah satu hasil akhirnya adalah kortisol. Kortisol mempunyai keaktifan glukocortikoid yang lebih besar dari pada kortison. Kortison juga merupakan molekul inaktip dari hormon kortisol. Kortisol juga dikenal sebagai hydrokortison. Hormon dapat diberikan secara intravena, melalui mulut, disuntikkan ke dalam sendi dan melalui kulit. Fungsi Kortison adalah sebagai berikut:

1. Hormon Kortison dan hormon Adrenalin merupakan hormon utama yang dilepas oleh kelenjar adrenal sebagai respons terhadap adanya suatu stres. Hormon ini akan menaikkan tekanan darah dan sebagai persiapan tubuh untuk melawan stres; 
2. Kortison akan menekan sistim kekebalan tubuh dan akan menekan reaksi peradangan sendi lutut, siku dan bahu, mengurang rasa nyeri dan pembengkakan pada tempat dimana ada luka. Penggunaan dalam jangka lama akan memberikan efek samping yang serius seperti muka yang menjadi bundar (moon face); 
3. Kortison juga dapat digunakan untuk menekan respons kekebalan penderita dengan penyakit autoimun atau digunakan pada transplantasi organ tubuh untuk menekan reaksi penolakan jaringan; 
4. Kortison tidak mengurangi lamanya infeksi suatu virus tetapi digunakan murni untuk membuat penderita nyaman saat berbicara atau menelan makanan sebagai akibat adanya penyakit Mononukleosus yang menyebabkan pembengkakan tenggorokan. 

          Kortison tablet dalam bentuk Kortison asetat, dosis per hari 25 – 200 mg, diberikan sehari 4 kali pemberian atau setiap 6 jam sekali. Saat ini jarang dipakai dalam klinik kecuali untuk penyakit Addison yang diakibatkan oleh kurang berfungsinya kelenjar Adrenal. Kelainan atau efek samping pemberi nan hormon Kortison bersifat sistemik ke seluruh tubuh seperti: 
1. Kadar gula darah yang meninggi; 
2. Resisten terhadap hormon insulin; 
3. Penyakikt kencing manis (diabetes mellitus); 
4. Keropos tulang (osteoporosis); 
5. Rasa cemas; 
6. Rasa depresi; 
7. Tidak datang haid (amenorrhoea); 
8. Katarak (kekeruhan) pada lensa mata; 
9. Glaukoma (peninggian tekanan bola mata) 

           Berikut ini adalah mekanisme sintesis kortison yang terdiri dari beberapa tahap : Pembentukan 1 cincin (cincin C) menjadi 2 cincin (Cincin C dan cincin D) Pada tahap ini, terjadi reaksi diels alder antara alkena dengan suatu diena membentuk senyawa siklik (cincin D) selanjutnya terjadi reaksi reduksi oleh LiAlH4 sehingga gugus keton berubah menjadi OH. Mekanismenya adalah sebgai berikut : 


selanjutnya terjadi reaksi reduksi oleh LiAlH4 sehingga gugus keton berubah menjadi OH. 
           Mekanismenya adalah sebgai berikut :
          Pembentukan cincin lingkar B (melalui reaksi Anulasi Robinson) (cincin D à B) Anulasi Robinson melibatkan keton α,β-takjenuh dan sebuah gugus karbonil. Keton yang digunakan ialah berasal dari senyawa 3-pentenon
          Pembentukan cincin A dari cincin B Proses pembentukan cincin A menggunakan reagen 2-butenon 


 kemudian cincin D mengalami degradasi dari cincin 6 ke cincin 5